Rabu, 26 Oktober 2016

SEBUAH RESENSI (Air MataMU, Air MataKU, Air MataKITA



RESENSI
Mengungkap sisi keunggulan dan kelemahan Cerpen “Air Matamu, Air Mataku, Air Mata Kita”
Karya Ayi Jufridar

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Secara harfiah, kata sastra dalam bahasa Latin, “littera” yang artinya tulisan. Demikian juga di dalam bahasa Indonesia, kata sastra diambil dari bahasa Sansekerta, yang juga berarti tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Antara lain seperti perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sehingga mampu membangkitkan kekaguman. Yang menjadi cirri khas pengungkapan bentuk dalam sastra adalah bahasa.
Karya sastra tersebut dibedakan atas puisi, drama, dan prosa. Prosa rakyat dapat dibedakan atas mite, dongeng, legenda. Sastra prosa juga mempunyai ragam seperti cerpen, roman, dan novel.
Cerpen merupakan genre sastra yang jauh lebih muda usianya dibandingkan dengan puisi dan novel. Tonggak penting sejarah penulisan cerpen di Indonesia dimulai Muhamad Kasim dan Suman Hasibuan pada awal 1910-an
Cerpen merupakan cerita yang pendek, hanya mengisahkan satu peristiwa (konflik tunggal), tetapi menyelesaikan semua tema dan persoalan secara tuntas dan utuh. Awal cerita (opening) ditulis secara menarik dan mudah diingat oleh pembacanya. Kemudian, pada bagian akhir cerita (ending) ditutup dengan suatu kejutan (surprise).
Akan tetapi dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai kritik terhadap cerpen. Karena bagaimanapun bahawa sebuah karya sastra yang baik tentu harus memenuhi syarat-syarat dari karya tersebut. Terkait dengan hal tersebut kali ini dalam makah ini akan membahas mengenai sisi keunggulan dan kelemahan cerpen yang berjudul “Air Mataku, Air Matamu, Air Mata Kita karya Ayi Jufridar. Keritik yang akan diberikan terhadap cerpen tersebut tetap berpatokan pada peraturan-peraturan suatu karya sastra dikatakan baik atau dengan kata lain cerpen yang baik.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
“Bagaimana keunggulan dan kelemahan cerpen air matamu, air mataku, air mata kita karya Ayi Jufridar dipandang dari peraturan cerpen yang baik?”
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah mengenai kritik sastra ini adalah sebagai wujud dari kepedulian terhadap karya sastra serta untuk menambah pemahaman mengenaik kritik sastra terutama tentang cerpen yang baik. Oleh karena itu dalam makalah ini akan diungkap sisi keunggulan dan kelemahannya sebagai bentuk dari kritik terhadap sebuah karya sastra.
1.4  Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa dalam menciptakan sebuah karya sastra khususnya cerpen. Terdapat beberapa peraturan cerpen agar cerpen tersebut dapat dikatakan cerpen yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Cerpen
Cerpen merupakan genre sastra yang jauh lebih muda usianya dibandingkan dengan puisi dan novel. Tonggak penting sejarah penulisan cerpen di Indonesia dimulai Muhamad Kasim dan Suman Hasibuan pada awal 1910-an
Cerpen merupakan cerita yang pendek, hanya mengisahkan satu peristiwa (konflik tunggal), tetapi menyelesaikan semua tema dan persoalan secara tuntas dan utuh. Awal cerita (opening) ditulis secara menarik dan mudah diingat oleh pembacanya. Kemudian, pada bagian akhir cerita (ending) ditutup dengan suatu kejutan (surprise).
Menurut Phyllis Duganne, seorang wanita penulis dari Amerika, cerpen ialah susunan kalimat yang merupakan cerita yang mempunyai awal, bagian tengah, dan akhir. Setiap cerpen mempunyai tema, yakni inti cerita atau gagasan yang ingin diucapkan cerita itu. Seperti halnya penamaannya, cerita pendek, cerpen ialah bentuk cerita yang dapat dibaca tuntas dalam sekali duduk.
Menurut Edgar Alan Poe (yang dianggap sebagai tokoh cerpen modern), ada lima aturan penulisan cerpen, yakni sebagai berikut :
1. Cerpen harus pendek. Artinya, cukup pendek untuk dibaca dalam sekali duduk. Cerpen memberi kesan kepada pembacanya secara terus-menerus, tanpa terputus-putus, sampai kalimat yang terakhir.
2. Cerpen seharusnya mengarah untuk membuat efek yang tunggal dan unik. Sebuah cerpen yang baik mempunyai ketunggalan pikiran dan action yang bisa dikembangkan lewat sebuah garis yang langsung dari awal hingga akhir.
3. Cerpen harus ketat dan padat. Cerpen harus berusaha memadatkan setiap gambaran pada ruangan sekecil mungkin. Maksudnya agar pembaca mendapatkan kesan tunggal dari keseluruhan cerita.
4. Cerpen harus tampak sungguhan. Seperti sungguhan adalah dasar dari semua seni mengisahkan cerita. Semua tokoh ceritanya dibuat sungguhan, berbicara dan berlaku seperti manusia yang betul-betul hidup.
5. Cerpen harus memberi kesan yang tuntas. Selesai membaca cerpen, pembaca harus merasa bahwa cerita itu betul-betul selesai. Jika ujung cerita masih terkatung-katung, pembaca akan merasa kecewa.
2.2  Kriteria Cerpen Yang Baik
Tak mudah menjawab  definisi  sebuah cerpen yang baik.  Karena cerpen yang baik berbeda-beda kualitasnya.  Cerpen-cerpen Hemingway yang baik, berbeda mutunya dengan cerpen-cerpen O Henry yang baik.

Walaupun demikian, secara garis besar dapatlah kita mengatakan bahwa cerpen yang baik adalah cerpen yang utuh, integral, merupakan satu bentuk kesatuan yang manunggal.  Tak ada bagian-bagiannya yang tak perlu, sebagaimana juga tak ada bagian yang diumbar lebih dari keperluan.  Seluruh isinya pas, tajam, dan mengandung arti. Sedangkan ketajamannya bisa terdapat pada berbagai unsurnya, seperti pada plot, suasana cerita, setting tempat atau waklu terjadinya cerita.

Selain itu seorang cerpenis yang baik juga mampu memberi sesuatu bagi pembacanya : pengetahuan, pengalaman, kegembiraan, pandangan, dll dalam cerpen-cerpennya.
Lima Peraturan Cerpen
Edgar Allan Poe, sastrawan Amerika yang dianggap sebagai bapak cerpen modern mewariskan lima Peraturan Menulis Cerpen yang sampai sekarang masih relevan:

1.      Peraturan Pertama
Cerpen itu harus pendek. Tidak menguras waktu pembacanya, bisa selesai dibaca dalam waktu singkat tapi tetap memberikan kesan yang mendalam. Cerpen bagaikan kain ketat, tak banyak memberi kelonggaran. Pengarang cerpen ulung selalu menghindari uraian berkepanjangan tentang tokoh cerita atau pemandangan alam.
2.      Peraturan Kedua
Cerpen membuat efek yang tunggal dan unik. Sebuah cerpen yang baik hanya punya satu pikiran utama dan action yang bisa dikembangkan melalui sebuah garis dari awal hingga akhir. Berbeda dengan novel yang memungkinkan memiliki garis-garis sampingan atau cerita-cerita penyeling, cerpen tidak punya hak untuk ngelantur ke berbagai soalan lain.
3.      Peraturan Ketiga
Cerpen harus ketat dan padat. Seorang cerpenis harus berusaha memadatkan setiap detil pada ruang tulisannya sepadat mungkin. Tiada ruang untuk memaparkan serbaneka kejadian atau serba detil karakter seperti pada novel. Maksudnya tidak lain agar pembaca mendapat kesan tunggal dari keseluruhan cerita. Inilah sebabnya dalam cerpen amat dituntut ekonomi  bahasa. Segalanya harus diseleksi secara ketat, agar misi yang hendak disampaikan dapat dikemukakan secara tajam, dan menghunjam ke dalam hati pembacanya.
Sebuah cerita pendek mengenal disiplin waktu, irama, mengenal warna, dibatasi oleh patokan sehingga memerlukan kelicikan, tetapi juga sekaligus ketegelan dan kebijaksanaan dari penciptanya.
4.      Peraturan Keempat
Cerpen harus tampak sungguhan. Cerpen memang karya fiksi tapi harus diupayakan agar terkesan nyata. Sebab “tampak seperti sesungguhnya” adalah prinsip seni penceritaan sebuah cerita termasuk pula cerpen. Semua fiksi tak boleh kentara nilai fiksi atau imajinasinya meskipun semua orang tahu bahwa itu hanya fiksi belaka. Oleh karena itu, seorang cerpenis jangan membuat plot atau alur cerita yang mustahil. Jangan pula melebih-lebihkan karakter tokoh ceritanya seperti pada kartun atau karikatur.
5.      Peraturan Kelima
Cerpen harus memberi kesan yang tuntas. Selesai membaca cerpen, pembaca harus merasa bahwa cerpen itu benar-benar selesai. Tidak boleh tidak cerita itu harus rampung pada suatu titik. Jika tidak, pembaca akan bertanya-tanya atau bahkan merasa kecewa.
Itu prinsip menulis cerpen rumusan Edgar Allan Poe. Namun pada kenyataannya banyak juga cerpenis terkenal yang melanggarnya. Ernest Hemmingway-peraih Nobel sastra atas novel The Old Man and The Sea gemar membuat cerpen yang panjang-panjang dan memaparkan secara detil sekali karakter atau pemandangan alam pada cerpen-cerpennya. Bahkan Edgar Allan Poe sendiri yang sering membuat ujung cerita yang tidak rampung, melambai-lambai ditiup angin alias misterius. Barangkali karena judulnya “misteri” maka pembaca justru senang berteka-teki dengan ujung cerpen yang tidak jelas atau tidak rampung tersebut.
2.3   Cerpen Air Mataku, Air Matamu, Air Mata Kita
Air Matamu, Air Mataku, Air Mata Kita
Karya Ayi Jufrijar
Ketika kamu bercerita tentang apa yang dilakukan lelaki tua itu terhadapmu, kita menangis bersama dalam sebuah kamar bermandikan cahaya. Hujan di luar telah mengembunkan kaca jendela sehingga membuatku ingin menggoreskan namaku dan namamu di permukaannya. Cahaya lampu kendaraan bergerak buram di bawah sana. Dari gerak cahaya yang lamban dan kadang berhenti, aku tahu kemacetan sedang terjadi. Hujan selalu menimbulkan kemacetan, tetapi air mata kita telah melegakan rongga dada. Dadaku dan dadamu. Dada kita tak jauh beda.
Lelaki itu kamu panggil Ayah John karena perbedaan usia membuatmu lebih sesuai menjadi anaknya. Dia adalah atasanmu di sebuah perusahaan farmasi. Dia memperlakukanmu  seperti anak, meskipun sudah memiliki empat anak perempuan di rumahnya. Dia memanjakanmu dengan semua kelebihan yang dimilikinya. Menyewakan sebuah rumah buatmu dengan seorang pembantu dan seorang sopir, tapi dia selalu menjemputmu dari rumah ke kantor dan mengantarmu dari kantor ke rumah. Sopir hanya bekerja kalau Ayah John sedang ada tugas keluar daerah, sehingga dengan waktu yang demikian panjang, sopir menyambil kerja sebagai tukang ojek.
Kalau ada tanggal merah terutama di akhir pekan, dia mengajakmu berlibur ke Bali, Yogya, Lombok dan beberapa daerah lainnya di dalam negeri. Keluar, kalian hanya mengunjungi Singapura, Malaysia dan Thailand karena waktu yang sempit. Namun Ayah berjanji akan membawamu ke sebuah negara di Eropa nanti. “Aku harus menabung untuk itu. Yakinlah apa pun akan kulakukan untuk membuatmu bahagia,” kata Ayah John kepadamu dan aku mendengarkannya dari bibirmu. Kamu pun bahagia, setidaknya sampai saat itu. Ayah John memberikan semua yang tidak kamu dapatkan di rumah. Sebagai balasannya kamu memberikan semua yang kamu miliki termasuk kehormatanmu. “Ayah John akan menjadi suamiku. Aku tak peduli jadi istri kedua, itu hanya masalah angka. Aku ingin memiliki anak dari Ayah John.”
Di luar rumah dia memperlakukan kamu seperti anaknya sendiri. Di dalam rumah ia memperlakukan kamu seperti istrinya sendiri. Akhirnya kamu hamil sebelum Ayah John sempat menikahimu. Untuk menenangkanmu dia hanya berjanji segera menikahimu setelah kesibukannya di kantor selesai. Kamu yakin itu benar adanya sampai kemudian kamu menemukan beberapa tablet kecil obat peluruh kandungan dalam mobilnya. Ketika kamu tanyakan, Ayah John berdalih mobilnya dipakai teman dan obat itu milik temannya. Kamu tidak percaya dan kalian bertengkar hebat. Saat itulah Ayah John memukul perutmu. Pukulan untuk pertama kali tapi dilakukan beberapa kali. DIa tak berhenti menangis histeris. Semakin kencang tangisanmu, semakin keras pukulannya.
“Aku tidak tahu apakah itu pukulan seorang ayah terhadap anaknya atau pukulan suami terhadap istrinya. Tapi aku tidak percaya Ayah John melakukan itu.”
Ketika memeriksakan diri ke dokter kandungan, kamu baru menyadari kandunganmu sudah hancur. Ternyata kamu sudah meminum banyak obat peluruh kandungan yang dilarutkan Ayah John dalam minuman kamu, jauh sebelum kamu menemukan sisa obat itu dalam mobilnya. Dokter mengatakan kamu harus dikuret dan dia bertanya apakah kamu sudah menikah.
Kamu mengangguk di tengah kegalauan yang melanda.
“Saya akan memberi rekomendasi untuk dikuret,” kata dokter itu.
Kamu pulang bukan saja dengan kandungan yang hancur, tetapi juga hati yang lebur. Pupus sudah impianmu untuk memiliki anak dari Ayah John. Isi rahimmu dikosongkan sekosong hatimu. Lalu Ayah John pun pergi darimu tanpa pernah mengatakan apa pun. Rumah kontrakan tidak dibayar lagi, pembantu pulang kampung dan supir sepenuhnya bekerja sebagai tukang ojek karena mobil ditarik Ayah John. Bahkan kemudian kamu pun dikeluarkan dari tempatmu berkerja dengan alasan yang tidak kamu pahami dan tanpa pesangon. Ayah John tidak pernah menjawab panggilan teleponmu. Pesan-pesanmu tak pernah ditanggapinya. Semua kemanisan hidup bersama Ayah John berubah menjadi pahit, lebih pahit dari obat yang diam-diam dilarutkan Ayah John dalam minumanmu.
Dalam keputusasaan itu, kamu kembali ingat masih memiliki keluarga. Kamu kembali kepada keluarga hanya untuk membuat hatimu semakin hancur. Bapak dan ibu menerimamu kembali tetapi tidak mau turut campur dalam persoalanmu karena sudah mengingatkan jauh-jauh hari. Mereka bahkan tidak pernah mau mendengarkan penderitaanmu akibat perlakuan Ayah John karena menganggapmu sudah cukup dewasa menanggungnya sendiri.
Itu kata-kata yang pernah kamu ucapkan ketika kamu pergi dari rumah untuk hidup bersama Ayah John. “Ayah John bukan saja telah membunuh bayiku, tetapi juga membunuh jiwaku.”
Kamu mengucapkan itu dengan air mata yang mengalir di pipi sambil menatap air hujan mengalir di permukaan kaca. Aku memelukmu dari belakang dan mencium pipimu penuh perasaan. Air mata kita menyatu seperti tubuh kita. Ketika pernyatuan itu terjadi, bahkan diriku dan dirimu tak bisa membedakan mana air mataku dan mana air matamu. Keduanya mengalir di pipiku dan di pipimu menjadi air mata kita.
***
Ketika kamu bercerita tentang apa yang kamu lakukan terhadap lelaki itu, aku menangis sendiri di dalam kamar yang minim cahaya. Tidak ada hujan di luar sana, tidak ada kemacetan dan tidak ada kamu di sini. Hanya ada aku, hati yang patah dan air mata.
Dua tahun kalian menjalin hubungan, jauh lebih lama dibandingkan denganku yang baru dua bulan. Dua tahun bukanlah perjalanan cinta terlama yang pernah kamu lewati. Masa tujuh tahun penuh cinta, tapi dua tahun itulah yang paling berkesan sepanjang hidupmu.
Di kamar sama, kita memulai percakapan soal masa lalumu, masa laluku serta masa depan kita. Kamu tidak bisa datang malam ini karena “ingin mengujungi saudara yang sakit”. Aku menelpon sabelum kamu berangkat. Kita berecerita tentang aroma dan lagu, dua hal yang bisa membangkitkan memori ke masa lalu. Aroma dan lagu mengundang kenangan, kita bersepakat soal itu.
Aku pun menyemprotkan aroma lemon yang lembut ke seluruh tubuh agar bisa mengingatkanmu sampai di dalam tidur. Aku ingat aroma tubuhmu saat kita menangis bersama dan kuyakin itulah kenikmatan terbesar dalam hidupku. Kejadian itu lebih kuat terpatri bahkan bila dibandingkan dengan desahan kita di kamar mandi.
Setelah mengucapkan janji untuk tetap mencintaiku, suaramu lenyap dari telinga tetapi tetap melekat di hatiku. Aku tidak pernah menyangka itulah kata cinta terakhir yang kudengar darimu. Malam itu aku membawa kerinduanku ke keramaian, berharap lelah datang dan pulang dengan kantuk yang mengundangmu lebih cepat dalam impianku.
Sampai hari berganti dan kamu tak hadir dalam mimpiku, kabar darimu belum juga datang. Aku harus menghubungimu karena didorong rasa rindu yang tak tertahankan. Panggilan pertama sampai panggilan yang tidak dapat kuingat tak juga mendapat tanggapan dari kamu. Aku mengirim pesan dan tidak mendapatkan jawaban. Haruskah kudatangi rumahmu untuk mengetahui apa yang terjadi?
Kamu pernah mengundangku ke rumah dan memperkenalkanku kepada orang tuamu dan ketiga adik lelakimu. Kamu anak perempuan satu-satunya dan sebagai anak sulung orangtuamu mengharapkan kamu bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-adik. Kamu diharapkan menjadi tulang punggung keluarga bukan tumpuan tulang selangka Ayah John. Itulah kedatanganku yang pertama sekaligus yang terakhir. Kamu melarangku datang lagi karena kedua orang tuamu tidak merestui hubungan kita. “Bagaimana mereka bisa tahu hubungan kita? Kamu menceritakannya? Bukankan kita sudah sepakat akan merahasiakan sampai mereka dan dunia tahu dengan sendirinya?”
“Aku masih ingat dengan kesepakatan itu. Tapi aku tak ingin mereka tahu lebih cepat.”
“Mereka takkan tahu kalau kamu tidak menceritakannya. Keluargamu mengira kita hanya sahabat. Dunia juga mengira kita sepasang sahabat.”
“Aku bisa membohongi perasaanku dengan kata-kata, tapi tidak dengan mataku.”
Aku menyukai kekhawatiranmu itu dan percaya memang karena itulah kamu melarangku ke rumah lagi. Kalau sekarang aku nekat ke rumahmu untuk mengetahui apa yang terjadi, apakah kamu akan marah?
Panggilan kamu datang ketika aku berada dalam kebimbangan. Aku menyambut suaramu dengan gembira, tetapi kemudian kamu membawa kabar duka. Ayah John kena stroke. Ketika aku mendengar itu pertama kali aku malah menduga itulah kabar gembira sesungguhnya. Kemudian kamu mengatakan dengan jujur selama ini kamu berada di rumah sakit untuk merawat Ayah John.
“Mengapa harus kamu? Bukankah sudah ada keluarganya?”
“Ayah John yang mengharapkan aku datang. Kami merawatnya bersama.”
“Kami?
“Aku, istri Ayah John, dan ke empat anaknya.”
Aku masih belum dapat memahami. Bahkan setelah kamu menjelaskan panjang lebar kalian (kamu, Ayah John, istrinya dan anak-anaknya) sudah berdamai dan sepakat melangsungkan pernikahanmu dengan Ayah John. Itu janji yang akan dipenuhi setelah Ayah John benar benar sembuh.
“Ayah John pernah mengucapkan janji yang sama dulu. Tapi dia mengingkarinya…”
“Beda, sekarang janji di depan keluarganya sendiri dan semuanya menerima. Kami sekarang seperti sebuah keluarga.”
Kamu percaya dengan janji dan perubahan yang cepat sehingga suaramu terdengar sangat bahagia ketika mengucapkan itu. Kamu tidak peduli dengan hariku yang terluka sehingga dengan enteng mengatakan hal itu seperti mengabarkan sebuah berita ada film bagus yang main malam ini.
“Kenapa?” aku mulai tidak mampu mengendalikan emosi setelah sekian lama terdiam, “mengapa kamu lakukan ini kepadaku?
“Maaf, sayang. Aku tahu ini membuatmu sakit. Tapi aku harus mengatakannya. Aku menginginkan seorang anak dari rahimku sendiri.”
Kita pernah sepakat mengadopsi bebrapa anak saat kita hidup bersama. Masihkan kamu ingat dengan semua itu?
Suaramu lalu lenyap dari telingaku dan luka hatiku semakin menganga. Aku tidak percaya kamu melakukan semua ini kepadaku, apa pun alasannya. Kamu membunuh jiwaku dengan membuka kembali cinta lama yang ingin kamu kubur di dasar hatimu paling dalam. Jiwaku baru saja mati tetapi jiwamu baru hidup kembali.
Malam mulai beranjak tua tapi aku masih duduk di tepian ranjang sambil terus menangis. Aku ingin kamu berada di sini dan kita menangis bersama sampai air mata kita menyatu seperti dulu.
2.4 Keunggulan dan Kelemahan Cerpen Berdasarkan 5 Peraturan Cerpen
Secara keseluruhan sesungguhnya bahwa cerpen Air Mataku, Air Matamu, Air Mata Kita karya Ayi Jufridar sangat baik akan tetapi memang ada beberapa hal yang kiranya perlu diperbaiki. Dan hal tersebut merupakan kritikan terhadap cerpen tersebut. Untuk lebih memahami bagaimana secara terperinci mengenai keunggulan dan kelemahan cerpen tersebut berikut akan diuraikan berdasarkan peraturan pada cerpen dikatakan baik.
Berdasarkan pada peraturan yang pertama yakni sebuah cerpen harus singkat atau pendek. Cerpen Air mataku, air matamu dan air mata kita sudah tergolong cerita yang pendek dan begitu meberikan kesan kepada pembacanya. Oleh karena itu penulis dapat simpulkan bahwa peraturan pertama cerpen dikatakan baik sudah terpenuhi hanya saja mungkin kesan yang ingin disampaikan kepada pembaca perlu di tingkatkan lagi. Bahkan bila perlu hingga membuat pembacanya meneskan air mata. Karena memang cerpen ini lebih menceeritakan penderitaan pasangan muda. Dan kebohongan dalam cinta.
Lalu selanjutnya berdasarkan peraturan yang kedua yakni cerpen membuat efek yang tunggal dan unik. Berpatokan pada peraturan yang kedua penulis dapat katakan bahwa cerpen air mataku air matamu dan air mata kita masih kurang dalam hal memberikan efek kepada pembacanya. Hal ini dikarenakan cerpen tersebut efek yang dirasa masih bersifat kurang berkesan. Akan tetapi bukan sepenuhnya cerpen tersebut jelek berdasarkan peraturan yang kedua hanya saja masih kurang dan hal tersebut perlu di tingkatkan maksudnya buat efek tersebut dapat menbuat pembaca semakin bergereget untuk membacanya.
Sedangkan berdasarkan pada peraturan yang ketiga yakni cerpen harus ketat dan pada, artinya bahwa cerpen tersebut harus lebih pada dan langsung kepada intinya tanpa berbelit-belit. Berdasarkan pada peraturan yang ketiga ini cerpen air mataku, air matamu dan air mata kitas penulis dapat katakan sudah baik. Karena cerpen tersebut menceitakan stiap kejadiannya begitu singkat, padat dan jelas sehingga tidak berbelit. Karena jika berbelit-belit secara tidak langsung akan menyebabkan pembaca enggan untuk membacanya.
Lalu peraturan yang keempat yakni cerpen harus tampak sungguhan, artinya bahwa cerpen yang baik harusnya dapat mengilustrasikan kepada pembaca atau penikmat sastra bahwa cerpen tersebut ketika dibaca seolah-olah merasakan dan tempak sungguhan. Terkait pada peraturan yang keempat ini cerpen air mataku, air matamu, airmata kita masih kuarang memuaskan. Karena pembaca bahkan penulis sendiri merasa bahwa apa yang diceritakan dalam cerpen tersebut hanya sebatas sebuah hayalan semata. Jadia ia kurang menunjukkan ke arah yang sesungguhya. Akan tetapi ada sedikit dari cerpen tersebut dirasa telah membawa kita kepada hal yang sesungguhnya. Jadi sebenarnya yang menyebabkan hal tersebut penulis rasa adalah diksi atau pilihan kata yang digunaka. Maksudnya bagaimana kata-kata atau kalimat-kalimat dalam cerpen tersebut dapat membawa pembaca akan sesuatu yang diceritakan memang benar adanya.
Dan yang terakhir yakni peraturan kelima, bahwa cerpen harus memberika kesan yang tuntas, artinya apa yang dikisahkan pada cerpen tersebut tuntas atau selesai. Terkait dengan peraturan yang kelimat secara umum cerpen air mataku, air matamu dan air mata kita telah menceritakan setiap peristiwa secara tuntas jadi penulis telah membuat ceritanya berujung pada akhirnya. Sehingga pembaca dapat mengerti apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya.
Jadi jika dipandang secara keseluruhan yakni berdasarkan kelima peraturan cerpen dikatakan baik tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa cerpen tersebut tergolong cerpen yang baik atau bagus. Walaupun disis lain masih penulis temukan kesalah-kesalah atau kekeurangan-kekurangannya. Tetapi percaya bahwa tidak rugi membaca cerpen tersebut. Saya mengapresiasi cerpen tersebutdengan setinggi-tingginya dan selamat kepada penulis.
BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis dapat simpulkan bahwa ketika seorang pengarang membuat suatu karya sastra khususnya cerpen yang baik terdapat lima peraturan harus dipenuhi yakni cerpen harus pendek, cerpen harus membuat efek yang tunggal dan unik, cerpen harus ketat dan padat, cerpen harus nampak sungguhan dan cerpen harus memberikan kesan yang tunggal. Disamping kelima peraturan tersebut tentu unsur-unsur cerpen juga sangat penting diperhatikan.
Terkait dengan keunggulan dan kelemahan cerpen air mataku, air matamu dan iar mata kita merupakan cerpen yang bagus, meskipun disisi lain masih ada kekurangan-kekurangan yang perlu diperhatikan oleh pengarang. Tapi penulis tegaskan kembalih bahwa secara keseluruhan cerpen tersebut tergolong cerpen yang baik dan hampir memnuhi kelima peraturan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Esten Mursal, 1978. Kesusastraan Pengatar Teori dan Sejarah. Bandung : Angkasa          Bandung.
Esten, Mursal.1978.kesusatraan. Angkasa Bandung: Bandung
Margono Surachman, 1989. Metodelogi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Nasir Muhammad, 1988. Metode Penelitian. Indonesia : Ghalia.
Poerwadarmita, 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

2 komentar: